THE IMPROVING MATHEMATICAL INTUITION THINKING SKILLS THROUGH INQUIRY-BASED OPEN-ENDED MODELS (IBOE)
Yatha Yuni, M.Pd
Departement of Mathematics Education
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Kusuma Negara
e-mail: yutha8848@gmail.com
ABSTRACT
The aim of this research is to find out the improving mathematical intuition thinking skills through Inquiry- Based Open Ended models (IBOE). The subject of this study was 156 seventh graders of junior high school students (MTs) in Bekasi. There are two classes used in this research, an experiment class which consists of 77 students and control class with 79 students. The design of this research is a quasi-experimental design with nonequivalent pre-test and post-test control group. To measure mathematical intuition thinking skills, using an essay test. The data is analyzed to obtain test normality using Kolmogorov-Smirnov test and homogeneity test using one-way ANOVA in order to meet the test regulation. Hypothesis test obtained thitung is 2.48 which indicates that thitung > ttable (1.976) with significance 0.05. It represents that IBOE learning model has an influence in mathematical intuition thinking skill.
Keywords: Inquiry-Based Open-Ended (IBOE), Mathematical Intuition.
PENDAHULUAN
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan penalaran seseorang, diantaranya fungsi otak individu tersebut. Hal ini terlihat jelas saat menyelesaikan masalah, terutama soal-soal matematika. Menyelesaikan masalah merupakan proses memaksimalkan fungsi otak. Pada hakikatnya otak kiri berhubungan dengan logika, analisis, bahasa, urutan (sequence) dan berpikir vertikal/linier, sedangkan otak kanan berkaitan dengan ritme, kreativitas, imajinasi, intuisi dan berpikir lateral (Solso, 1995; Anderson, 1985). Otak kanan memiliki kemampuan berpikir yang menyatukan bagian-bagian untuk membentuk konsep keseluruhan yang utuh. Selain itu otak kanan sangat efektif untuk melakukan imajinasi yang menembus ruang dan waktu, sehingga individu dapat menjadi kreatif.
Berdasarkan survey dengan memberikan tes awal di beberapa Madrasah Tsanawiyah Kota Bekasi, kemampuan berpikir intuisi matematis siswa masih rendah. Dari 5 soal kemampuan intuisi yang diberikan kepada 120 siswa, hanya 10% yang menjawab benar 2 soal. 40% hanya menjawab 1 soal, 50% tidak mengisi lembar jawaban dan tidak terlihat ada ide untuk menyelesaikan soal. Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa dan guru, soal-soal latihan yang diberikan kepada siswa sebagian besar sama bentuknya seperti contoh yang sudah dibahas guru, hanya dibedakan angka-angkanya saja. Cara ini membuka peluang mengajarkan siswa menghafal, meniru, dan mencontoh langkah-langkah guru menyelesaikan soal tanpa dilandasi pemahaman yang kuat. Proses pembelajaran seperti ini berdampak buruk untuk melatih ide-ide kreatif siswa. Ketika diberikan soal yang agak berbeda sedikit dari contoh yang diberikan guru, siswa bingung dan sulit untuk menyelesaikannya. Tanpa ide maka siswa mengalami kesulitan untuk memulai menyelesaikan masalah matematika yang diberikan guru. Ide-ide inilah yang dikenal dengan sebutan intuisi. Lalu bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir intuisi matematis siswa?
Kemampuan berpikir intuisi ada pada belahan otak kanan. Sekalipun selama ini sering digunakan dalam berpikir matematis namun kurang maksimal dan dilatih, bahkan banyak yang tidak mengetahui bahwa kemampuan berpikir intuisi ini sering digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika. Siswa lebih sering menerima pembelajaran matematika secara monoton yang bersifat hafalan dan mencontoh penjelasan guru.
Metode mengajar matematika dengan metode konvensional atau pembelajaran biasa ini berdampak kemampuan berpikir intuisi siswa tidak berkembang. Padahal ketika menyelesaikan masalah matematika kemampuan intuisi inilah yang selanjutnya mendukung pada kemampuan siswa menyelesaikan masalah-masalah matematika.
Pada dasarnya, cukup sulit merumuskan pengertian intuisi, khususnya intuisi matematika yang akan dirujuk dalam penelitian ini sebab pandangan tentang intuisi yang ditelusuri dalam literatur nampaknya dibangun dari acuan yang berbeda. Beberapa filsuf dan psikolog memberikan pandangan mengenai pengertian intuisi didasarkan kepada perbedaan antara intuisi dengan aktivitas mental lainnya. Berikut akan disajikan beberapa definisi, pengertian dan karakteristik intuisi menurut pandangan ahli-ahli filsafat dan ahli-ahli psikologi.
Matematikawan dunia (Sukmana, 2011, h.4) antara lain Albert Einstein (1879-1955), Jules Henri Poincaré (1854-1912), Christian Felix Klein (1849-1925), dan Srīnivāsa Aiyangār Rāmānujam (1887-1920) banyak menemukan karya yang bermanfaat dan digunakan sampai sekarang. Karya keempat matematikawan tersebut sesuai pengakuan mereka sangat dipengaruhi oleh intuisinya. Sehingga Einstein dalam sebuah suratnya (Sukmana, 2011, h.4) mengemukakan sebuah pernyataan: “La seule chose qui vaille au monde, c'est l'intuition”. Menurut Einstein, satu-satunya yang berharga di dunia ini adalah intuisi. Pernyataan tersebut dikemukakan ketika menjawab pertanyaan yang diajukan padanya mengenai apakah intuisi memandunya dalam mencapai kemajuan capaian penelitian yang dilakukannya. Selanjutnya menurut Einstein bisa saja sebuah penemuan lahir melalui intuisi. Berdasarkan pernyataan diatas menjelaskan pentingnya intuisi bagi Einstein dalam menciptakan karya-karyanya yang luar biasa.
Intuisi adalah kognisi segera dalam memperoleh dan memahami sesuatu tanpa bergantung pada suatu proses penalaran dan tanpa pembenaran atau bukti-bukti (Mudrika, Mega & Budiarto, 2013). Intuisi bukanlah suatu metode namun intuisi merupakan sebuah jenis kognisi yang merupakan kegiatan berpikir yang tidak didasarkan pada penalaran (Fischbein, 1987). Adapun salah satu contoh pernyataan matematika yang merupakan intuisi adalah: Jika dua buah titik dihubungkan, maka akan membentuk sebuah garis lurus. Sedangkan pernyataan matematika: Jumlah sudut dalam sebuah segitiga 1800 bukan intuisi karena harus dibuktikan.
Stanford Encyclopedia of Phylosophy mendefinisikan intuisi sebagai immediate apprehension atau pemahaman segera. Kata immediate atau segera tidak membutuhkan penyebab, kemampuan (ability) ataupun tidak memerlukan pembenaran (justifikasi).
Penelitian-penelitian dalam bidang psikologi kognitif yang dilakukan oleh Davidson et al. (Ben Zeev & Star, 2002) mencurahkan perhatian pada studi tentang proses insight yang didefinisikan sebagai pemahaman ”tiba-tiba” terhadap sesuatu, misalkan setelah mencoba menyelesaikan masalah dalam periode tertentu dan ternyata tidak berhasil diselesaikan, muncul kata “aha-ini dia...”. Dalam studi yang dilakukan Davidson et al. (Ben Zeev dan Star, 2002) tersebut, intuisi dipandang sebagai fenomena yang secara primer terjadi melalui proses-proses implisit dan non-analyzable.
Fischbein (Babai, et al., 2006) menyatakan bahwa intuisi memiliki pengaruh besar pada respon siswa dan cara berpikir dalam sains dan matematika. Semua pernyataan yang merupakan intuisi diterima secara langsung tanpa perlu bukti secara formal maupun empiris.
Ivinson, Gabrielle & Bruce (2002) menyatakan bahwa intuisi adalah suatu gagasan intuitif. Secara umum, intuisi adalah gagasan yang sangat berguna untuk menjelaskan cara memahami, mengamati dan berpikir secara spontan dan alami tanpa banyak refleksi sadar yang disengaja, dan tidak memerlukan definisi dan pembenaran.
Westcott (dalam Ben Zeev & Star, 2002) menyatakan bahwa konklusi yang berbasis kepada intuisi, secara khas dikarakterisasikan oleh informasi eksplisit yang sedikit/kurang dibanding informasi yang umumnya dibutuhkan untuk meraih konklusi tersebut. Menurut Westcott, para pemikir intuitif yang sukses cenderung memiliki kecerdasan matematika yang tinggi pula dibanding lainnya.
Fischbein (1987) mendefinisikan kognisi intuitif sebagai kognisi yang dikarakterisasikan oleh: self-evidence and intrinsic certainty, perseverance and coeciveness, theory status and extrapolativeness, globality and implicitness. Fischbein menggunakan istilah intuisi ekivalen dengan pengetahuan intuitif yaitu: Intuisi bukan sebagai sumber (not as a source), bukan sebagai metode (not as a method), tetapi sebagai tipe kognisi.
“Intuisi dapat dipelajari, diperoleh dan dikembangkan melalui proses latihan dan pengenalan” (Zeev & Star, 2002, h.24). Oleh sebab itu guru harus kreatif dalam memilih metode mengajar yang diimplementasikan dalam mengajarkan matematika. Pemilihan metode mengajar juga terkait dengan materi yang disampaikan. Karena tidak semua metode cocok untuk mengajarkan semua materi matematika. Materi matematika yang sifatnya pengulangan dari jenjang sebelumnya mungkin bisa menggunakan metode yang lebih bervariasi. Namun harus dipertimbangkan untuk materi yang masih baru bagi siswa, artinya mereka belum mengenal materi tersebut dijenjang sebelumnya. Untuk materi yang seperti ini, guru lebih cocok menggunakan metode pembelajaran biasa atau sering disebut konvensional.
Menurut Ben-Zeev (2002), cara yang dapat dilakukan guru untuk membangun dan mengembangkan intuisi matematika siswa di sekolah dengan (1) belajar melalui penemuan, (2) pembelajaran dengan berbantuan media peraga, (3) masalah matematika yang diberikan guru bersifat kontekstual dan non rutin. Berdasarkan hal tersebut, maka model pembelajaran yang diaplikasikan pada penelitian ini adalah model pembelajaran Inquiry Berbasis Open-Ended atau untuk selanjutnya disebut IBOE.
Sebagai suatu model pembelajaran dari sekian banyak model pembelajaran yang ada, Inkuiri menempatkan guru sebagai fasilitator, sebagai pembimbing siswa jika diperlukan (Dewi, 2013). Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat ‘menemukan’ prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dalam pembelajaran Inkuiri siswa dibimbing untuk mempergunakan dan mengkomunikasikan ide-ide matematikanya, konsep dan penalaran yang telah dipelajari sebelumnya untuk menemukan suatu pengetahuan dan pengalaman baru.
Sutrisno (Dewi, 2013) mengungkapkan bahwa pembelajaran Inkuiri berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar mandiri. Dengan belajar mandiri dapat mengembangkan kreatifitas siswa. Karena pada prosesnya siswa mengawali dengan terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error). Langkah-langkah inilah yang hendaknya dianjurkan guru kepada siswa. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan yang membantu siswa agar menggunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru.
Mengaplikasikan pembelajaran Inkuiri gagasannya berawal dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak lahir ke dunia. Kemudian sejak kecil manusia selalu ingin mengenal sesuatu dengan inderanya. Rasa ingin tahu ini berkembang secara terus menerus sampai manusia dewasa. Rasa ingin tahu ini harus diarahkan dengan benar agar menimbulkan manfaat yang positif.
Pembelajaran inkuiri adalah suatu pendekatan pembelajaran yang ampuh dalam menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah dalam diri. Dengan pendekatan pembelajaran inkuiri juga mendorong siswa untuk belajar lebih banyak tentang kemampuan diri sendiri dan mengembangkan kreativitas dalam menganalisis masalah (Suwondo & Wulandari, 2013).
Sanjaya (Sefalianti, 2014) mengemukakan, bahwa tahapan-tahapan pembelajaran Inkuiri meliputi: 1) Orientasi, pada tahap ini guru melakukan langkah mengkondisikan kelas agar kondusif dalam mengikuti pembelajaran; 2) Merumuskan masalah, pada tahapan ini guru memberikan masalah yang menantang kepada siswa; 3) Merumuskan konjektur (dugaan), guru membimbing siswa untuk mengajukan konjektur atau dugaan sebagai jawaban sementara yang masih harus diuji kebenarannya; 4) Menguji dugaan, pada tahap ini siswa diharapkan mampu menguji kebenaran dari dugaan yang diajukan sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh; 5) Merumuskan kesimpulan, merupakan langkah mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan pembuktian konjektur.
Pembelajaran inkuiri menurut Sfard, Forman & Kieran (Hudojo, 2001, h.162) adalah salah satu pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah. Semua teori yang dikemukakan oleh para pakar matematika ini menguatkan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan bagian dari problem solving atau pemecahan masalah. Sehingga proses pembelajaran inkuiri merupakan realisasi proses pembelajaran yang mengaplikasikan pengetahuan sebelumnya dibarengi dengan menyajikan dan latihan-latihan keterampilan memecahkan masalah serta diakhiri dengan menyimpulkan. Dengan mengaplikasikan pembelajaran inkuiri saat belajar matematika akan menghasilkan siswa-siswa yang kreatif, aktif, tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan.
Supaya intuisi siswa terlatih maka masalah-masalah yang diberikan haruslah yang menantang dan menarik. Masalah-masalah yang memenuhi kriteria ini adalah masalah yang Open-Ended. Menurut Maqsudah (Putriyani, tt) menyatakan bahwa dasar keterbukaan masalah dalam pendekatan Open-Ended diklasifikasikan dalam tiga tipe, yakni: (1) prosesnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar, (2) hasil akhirnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki lebih dari satu jawaban yang benar, dan (3) cara pengembangan lanjutannya terbuka, maksudnya ketika siswa telah menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu dengan cara merubah kondisi masalah sebelumnya (masalah asli/mula-mula). Sedangkan Hancock (1995: h. 496) menyatakan bahwa soal Open-Ended adalah soal yang memiliki lebih dari satu penyelesaian dan cara penyelesaian yang benar. Pada penelitian ini, soal-soal matematika yang Open-Ended dibuat berdasarkan tipe (1) dan (2). Dengan adanya pertanyaan tipe terbuka guru berpeluang untuk membantu siswa dalam memahami dan mengelaborasi ide-ide matematika sejauh dan sedalam mungkin (Nohda, 2000: h. 41).
Tujuan pembelajaran inkuiri dengan pendekatan Open-Ended agar siswa dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan pola pikir matematik. Dengan selalu dilatih dan diberikan masalah yang bersifat terbuka, siswa terlatih untuk melakukan investigasi berbagai strategi dalam menyelesaikan masalah. Selain itu siswa akan memahami bahwa proses penyelesaian suatu masalah sama pentingnya dengan hasil akhir yang diperoleh. Berdasarkan pengertian dan tujuan pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, perlu digaris bawahi bahwa pendekatan Open-Ended memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Dengan demikian kemampuan berpikir matematis siswa dapat berkembang secara maksimal dan kegiatan-kegiatan kreatif siswa dapat terkomunikasikan melalui proses pembelajaran.
Berdasarkan teori dari pakar-pakar yang telah dipaparkan sebelumnya, maka model pembelajaran yang dijadikan solusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir intuisi dalam penelitian ini adalah memadukan antara inkuiri dan Open-Ended. Selain kedua model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan intuisi, juga mempunyai sisi “kebaruan” yang belum pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Perpaduan kedua model yang digunakan dalam penelitian ini disebut pembelajaran Inkuiri berbasis Open-Ended dan selanjutnya disebut pembelajaran IBOE. Penggunaan Pembelajaran IBOE ini menjadi solusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir intuisi matematis siswa, khususnya pada siswa kelas 7 Madrasah Tsanawiyah atau setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian quasi-experimental karena subjek yang diteliti tidak dikelompokkan secara acak, tetapi sudah terbentuk dan diterima apa adanya (Ruseffendi, 2005; Sugiyono, 2009). Maksud penelitian tipe kuasi eksperimen ini bahwa siswa yang dijadikan subjek penelitian telah mengikuti proses belajar mengikuti kurikulum yang ada, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 7 yang terdaftar serta masih aktif di MTs. A dan B Kota Bekasi pada tahun pelajaran 2016/2017. Kelas 7 di MTs. A memiliki 11 rombongan belajar (rombel) yaitu kelas 7.1 – 7.11, rata-rata terdapat 39 siswa setiap kelasnya, sehingga jumlah seluruh populasi terjangkau adalah 429 siswa. Sedangkan pada MTs. B secara keseluruhan terdapat 7 rombongan belajar (7.1 – 7.7). Rata-rata terdapat 39 siswa setiap kelasnya, sehingga jumlah seluruh populasi terjangkau adalah 273 siswa. Total keseluruhan populasi terjangkau dari MTs. A dan MTs. B adalah 702 siswa.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 4 kelas yang dipilih secara purposive sampling, dengan mempertimbangkan efisien waktu (agar tidak bentrok di kedua madrasah), biaya, persiapan serta sarana yang digunakan saat penelitian. Sehingga kelas yang terpilih adalah kelas 7.1 dan 7.5 di MTs.A, serta kelas 7.2 dan 7.3 di MTs. B. Total jumlah sampel sebanyak 158 siswa, untuk lebih jelasnya disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1. Sampel Penelitian
Kelompok Penelitian
|
Kelas
|
Ukuran Sampel
|
Jumlah
|
Kelas Eksperimen (PI)
|
7.1
|
39
|
79
|
7.2
|
40
|
Kelas
Kontrol (PE)
|
7.5
|
38
|
79
|
7.3
|
41
|
Jumlah
|
158
|
158
|
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Pre-Test and Post-Test Control-Group Design (Creswell, 2009; h. 243). Apabila digambarkan desain eksperimen tersebut sebagai berikut:
O X O
O O
Keterangan:
X : Pembelajaran dengan model IBOE.
O : pretes atau postes KBI, KPM dan KRT.
Pada desain ini, setiap subjek yang diteliti diberikan pretes (O), dan setelah perlakuan diberikan postes (O) di kelas eksperimen dan kelas kontrol. X adalah perlakuan pada kelas eksperimen yaitu menggunakan pembelajaran IBOE, dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran ekspositori. Materi matematika yang diajarkan pada kelas eksperimen dan kontrol sama, yaitu materi segiempat dan segitiga, perbedaan terletak pada cara pembelajarannya.
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir intuisi matematis menggunakan tes bentuk uraian sebanyak 5 soal sesuai indikator yang diukur yaitu: globality, self evidence, synthesis, dan immediate. Langkah awal melakukan uji instrumen dilakukan dengan uji validitas muka dan isi oleh 9 orang penimbang (judgment experts) yang menurut pandangan peneliti sebagai pakar dan mempunyai pengalaman mengajar dalam bidang studi matematika dan pendidikan matematika, dalam hal ini 4 orang dosen matematika (1 dosen UT dan 3 dosen UHAMKA). 3 orang guru matematika dan 2 orang guru bahasa Indonesia. Keragaman hasil validasi dari 9 orang penimbang ini diuji dengan menggunakan statistik Uji Friedman (Uyanto, 2009:339) karena yang digunakan adalah skor kontinum. Hasil uji pakar sebagai berikut:
Tabel 2. Statistik Deskriptif
|
Butir Soal
|
N
|
Mean
|
SD
|
Min.
|
Max.
|
1
|
9
|
3,4111
|
0,39826
|
2,80
|
3,80
|
2
|
9
|
3,4222
|
0,39930
|
2,80
|
4,00
|
3
|
9
|
3,4111
|
0,45123
|
2,70
|
4,00
|
4
|
9
|
3,6111
|
0,35158
|
3,00
|
4,00
|
5
|
9
|
3,5556
|
0,32830
|
3,00
|
4,00
|
Kriteria:
H0 : h1 = h2 = h3 = h4 = … = hn
H1 : tidak semua median h1, i = 1 …, k sama besar
H0 ditolak jika P-value (sig.) < α atau sebaliknya H0 tidak dapat ditolak jika P-value (sig.) ³ α. Berdasarkan tabel 3.2 diperoleh P-value 0,281 ternyata lebih besar dari 0,05 maka Ho tidak dapat ditolak, ini berarti bahwa seluruh pakar mempunyai kesamaan pendapat tentang instrumen penelitian variabel kemampuan berpikir intuisi matematis. Sehingga dapat disimpulkan untuk seluruh instrumen kemampuan berpikir intuisi dapat digunakan.
Selanjutnya diujicobakan kepada 40 siswa kelas 8 di dua MTs. (setiap MTs. diambil 20 siswa). Diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Uji Validitas Instrument
No Butir Soal
|
r hitung (Pearson Correlation)
|
r tabel
n = 40
|
Interpretasi
|
Kriteria
Validitas
|
1
|
0.577
|
0,312
|
Cukup
|
Valid
|
2
|
0.621
|
Tinggi
|
Valid
|
3
|
0.639
|
Tinggi
|
Valid
|
4
|
0.675
|
Tinggi
|
Valid
|
5
|
0.724
|
Tinggi
|
Valid
|
Selanjutnya kelima butir soal yang valid diujikan tingkat reliabilitas menggunakan rumus Cronbach's Alpha dengan bantuan SPSS, seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Uji Reliabilitas
Cronbach’s Alpha
|
N of items
|
0,755
|
6
|
|
Nilai reliabel (rii) yang diperoleh adalah 0,755 dan jika dikonsultasikan pada tabel interpretasi nilai koefisien terletak diantara 0,60 < r ≤ 0,80 maka reliabilitas instrumen berpikir intuisi matematis termasuk kriteria tinggi. Sehingga kelima butir soal kemampuan berpikir intuisi (TKBI) yang valid dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data untuk mengukur peningkatan dan pencapaian siswa pada kemampuan berpikir intuisi matematis melalui pembelajaran IBOE yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 17.0. Hipotesis penelitian dan uji hipotesisnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Hipotesis & Analisis Data
Hipotesis Penelitian
|
Pengujian Hipotesis
|
Peningkatan kemampuan berpikir intuisi matematis siswa MTs. yang mendapat pembelajaran IBOE lebih baik dari siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori ditinjau dari keseluruhan.
|
Mann-U Whitney Test
|
Perbedaan peningkatan kemampuan berpikir intuisi matematis siswa MTs. yang mendapat pembelajaran IBOE dengan yang mendapat pembelajaran Ekspositori ditinjau dari kemampuan awal (KAM) siswa (tinggi, sedang dan rendah).
|
Mann-U Whitney Test
|
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh melalui pretes dan postes terhadap 158 sampel yang terbagi dalam kelas eksperimen dan kelas kontrol secara keseluruhan disajikan pada tabel berikut:
Tabel 6. Data Hasil Penelitian (Keseluruhan)
Kelas
|
Rata-rata Pretes
|
Rata-rata Postes
|
|
Eksperimen
|
3.49
|
14.40
|
0.68
|
Kontrol
|
2.92
|
11.89
|
0.54
|
Dari Tabel 6, secara keseluruhan rerata postes kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol, yaitu 14,40 > 11,89. Demikian pula untuk nilai N-gain kelompok eksperimen lebih tingi dari kelompok kontrol (0,68 > 0,54). Terlihat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir intuisi matematis siswa MTs. antara kelas yang menggunakan pembelajaran IBOE dengan pembelajaran Ekspositori.
Digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Gambar 1. Grafik Data Hasil Penelitian (Keseluruhan)
Secara statistik perbedaan hasil postes kelas IBOE dan Ekspositori di uji dengan uji Mann Whitney (karena kelas kontrol berdistribusi tidak normal) diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 7. Uji Perbedaan (Keseluruhan)
Test Statisticsa
|
|
skor
|
Mann-Whitney U
|
1555.500
|
Wilcoxon W
|
4715.500
|
Z
|
-5.278
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
.000
|
a. Grouping Variable:
1=IBOE; 2=Ekspositori
|
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 7 Asym. Sig < 0,05 maka H0 ditolak, ini berarti bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir intuisi matematis siswa MTs. antara yang mendapat pembelajaran IBOE dengan Ekspositori. Pencapaian kemampuan berpikir intuisi kelas IBOE lebih tinggi dibandingkan dengan kelas Ekspositori.
Sedangkan data nilai untuk ke-4 kelas dari kedua madrasah dikelompokkam berdasarkan KAM disajikan pada tabel 8 berikut:
Tabel 8. Statistik Deskriptif Data KAM
Kelas Sampel
|
Skor
|
Rerata
|
Deviasi Standar
|
N
|
Min
|
Maks
|
7.1
|
50,0
|
92,0
|
68,69
|
10,613
|
39
|
7.5
|
58,0
|
94,5
|
71,93
|
8,519
|
38
|
7.2
|
55,5
|
92,0
|
71,46
|
7.973
|
40
|
7.3
|
48,0
|
89,0
|
70,44
|
9.499
|
41
|
Berdasarkan data pada tabel 8, rerata dan standar deviasi tiap kelas relatif sama. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas variansi menggunakan uji Levene dengan bantuan program SPSS. Hasil uji normalitas disajikan pada tabel 9 berikut:
Tabel 9. Uji Normalitas Data KAM
Kelas
|
N
|
K-S
|
Signifikan
|
H0
|
7.1
|
39
|
0,735
|
0,653
|
Diterima
|
7.5
|
38
|
0,995
|
0,276
|
Diterima
|
7.2
|
40
|
1,098
|
0,180
|
Diterima
|
7.3
|
41
|
1,166
|
0,132
|
Diterima
|
H0 = data berdistribusi normal
Berdasarkan data tabel 9 dapat dilihat nilai signifikan semua kelas lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima atau dapat disimpulkan data berdistribusi normal.
Sedangkan hasil uji homogenitas (uji Levene) disajikan pada tabel berikut:
Tabel 10. Uji Homogenitas Data KAM
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
Between Groups
|
241,596
|
3
|
80,532
|
0,950
|
0,418
|
Within Groups
|
13053,99
|
154
|
84,766
|
|
|
Total
|
13295,59
|
157
|
|
|
|
Pada tabel 10 diperoleh p-value 0,418 lebih besar dari taraf signifikan 0,05. Sehingga disimpulkan data homogen, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata KAM siswa kelas sampel penelitian yaitu kelas 7.1, 7.5, 7.2 dan 7.3.
Data hasil penelitian yang diperoleh melalui pretes dan postes terhadap 156 sampel ditinjau dari KAM siswa yaitu: tinggi (T), sedang (S) dan rendah (R) disajikan pada tabel berikut:
Tabel 11. Data Hasil Penelitian (KAM)
KAM
|
Kontrol
|
|
Eksperimen
|
|
Rata-rata Pretes
|
Rata-rata Postes
|
Rata-rata Pretes
|
Rata-rata Postes
|
R
|
0.44
|
6.71
|
0.32
|
2.07
|
11.48
|
0.53
|
S
|
3.27
|
13.91
|
0.64
|
2.83
|
14.68
|
0.69
|
T
|
5.53
|
14.64
|
0,63
|
6.15
|
16.98
|
0.80
|
Gambar 2. Grafik Data Hasil Penelitian (KAM)
Dari data statistik tersebut disimpulkan bahwa KAM siswa normal dan homogen.
Setelah mendapatkan data hasil postes ditinjau berdasarkan KAM siswa antara pembelajaran IBOE dan Ekspositori diperoleh data statistik dengan uji Mann-U Whitney sebagai berikut:
a. KAM Tinggi
Ranks
|
|
grup
|
N
|
Mean Rank
|
Sum of Ranks
|
skor
|
IBOE KAM T
|
20
|
24.25
|
485.00
|
Ekspo KAM T
|
18
|
14.22
|
256.00
|
Total
|
38
|
|
|
Test Statisticsa
|
|
skor
|
Mann-Whitney U
|
85.000
|
Wilcoxon W
|
256.000
|
Z
|
-2.793
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
.005
|
|
|
a. Grouping Variable: grup
|
Untuk KAM tinggi p-value 0.005 < 0,05 maka H0 ditolak, artinya untuk kelompok KAM tinggi ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir intuisi matematis.
b. KAM Sedang
Ranks
|
|
grup
|
N
|
Mean Rank
|
Sum of Ranks
|
skor
|
IBOE KAM S
|
36
|
46.65
|
1679.50
|
Eksp KAM S
|
37
|
27.61
|
1021.50
|
Total
|
73
|
|
|
Test Statisticsa
|
|
skor
|
Mann-Whitney U
|
318.500
|
Wilcoxon W
|
1021.500
|
Z
|
-3.846
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
.000
|
a. Grouping Variable: grup
|
Untuk KAM sedang p-value 0.000 < 0,05 maka H0 ditolak, artinya untuk kelompok KAM sedang ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir intuisi matematis.
c. KAM Rendah
Ranks
|
|
grup
|
N
|
Mean Rank
|
Sum of Ranks
|
skor
|
IBOE KAM R
|
21
|
32.95
|
692.00
|
Eksp KAM R
|
24
|
14.29
|
343.00
|
Total
|
45
|
|
|
Test Statisticsa
|
|
skor
|
Mann-Whitney U
|
43.000
|
Wilcoxon W
|
343.000
|
Z
|
-4.777
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
.000
|
a. Grouping Variable: grup
|
|
|
Untuk KAM rendah p-value 0.000 < 0,05 maka H0 ditolak, artinya untuk kelompok KAM rendah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir intuisi matematis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan masalah, hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan secara lengkap, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan, peningkatan kemampuan berpikir intuisi matematis siswa MTs. yang mendapat pembelajaran IBOE lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran Ekspositori.
2. Ditinjau berdasarkan KAM (tinggi, sedang, rendah) diperoleh hasil bahwa ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir intuisi matematis siswa antara pembelajaran IBOE dengan Ekspositori. Kemampuan berpikir intuisi matematis siswa kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran IBOE lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Secara teoritis pembelajaran IBOE berpotensi meningkatkan aktifitas, kreatifitas dan ide-ide yang disebut intuisi. Disarankan untuk peneliti lain yang akan menindaklanjuti penelitian ini untuk mengkaji lebih detail tentang bahan ajar dan LKS atau perangkat pembelajarannya. Karena kedua media tersebut sangat berperan penting dalam langkah pembelajaran penemuan terbimbing (inkuiri).
2. Proses pembelajaran sebaiknya tidak dilakukan pada semester genap, karena pertemuan tidak maksimal, serta waktu penelitian menjadi kurang efektif karena banyak libur, yaitu libur karena persiapan kelas 9 menghadapi UN. Hal ini terasa berat bagi siswa KAM sedang dan rendah.
3. Hasil penelitian ini sudah membuktikan dengan mengaplikasikan pembelajaran IBOE dapat meningkatkan kemampuan berpikir intuisi matematis siswa secara keseluruhan dan KAM (tinggi, sedang dan rendah).
4. Merekomendasi kepada guru-guru matematika MTs/SMP untuk menggunakan pembelajaran IBOE dalam menyampaikan materi matematika agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam memunculkan ide-ide menyelesaikan masalah matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.R. (1985). Cognitive Psychology Its Implications. Second Edition. New York: W.H. Freeman and Company.
Babai, R., Brecher, T., Stavy, R., & Tirosh, D., (2006). Intuitive interference in probabilistic reasoning. International Journal of Science and Mathematics Education, 4, 627-639.
Ben-Zeev, T. & Star, J. (2002). Intuitive Mathematics: Theoretical and Educational Implications. Diakses 10 September 2015 dari:
Creswell, J.W. (2009). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches Third Edition. USA: SAGE Publications, Inc.
Dewi, P., Gunowibowo, P., & Nur Hanurawati. (2013). Efektifitas model pembelajaran inkuiri ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. Jurnal Pendidikan UNILA 1(3), 21-30. ISSN: 2338-1183.
Fischbein, E. (1987). Intuition in Science and Mathematics. Israel: School of Education Tel Aviv University.
Hancock, C.L., (1995). Enhancing Mathematics Learning with Open-Ended Question.
The Mathematics Teacher. Vol. 88, No. 6, September 1995.
Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UNM.
Mudrika, Mega & Budiarto, T. (2013). Profil intuisi siswa SMP dalam memecahkan masalah geometri ditinjau dari kemampuan matematika siswa. Jurnal Pendidikan Matematika UNESA 01(01), hh. 1-8.
Nohda, N., (2000). Learning and Teaching Through Open-ended Approach Method. Tadao Nakahara dan Masataka Koyama (editor) Proceeding of the 24th of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Hiroshima: Hiroshima University.
Putriyani, M. (tanpa tahun). Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar matematika melalui penerapan pendekatan open-ended siswa kelas VI Sekolah Dasar. E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya 6. ISSN: 2337-3253.
Ruseffendi. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Sefalianti, B. (2014). Penerapan pendekatan ekspositori terhadap kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa. Jurnal Pendidikan dan Keguruan UT 1 (2), artikel 2. ISSN: 2356-3915.
Solso, R.L. (1995). Cognitive Psychology. Washington DC: Winston, The Loyola Symposium.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukmana. (2011). Profil berpikir intuitif matematika. Laporan Penelitian Unpar. Bandung: Tidak diterbitkan
Suwondo & Wulandari, S. (2013). Inquiry-based active learning: The enhancement of attitude
and understanding of the concept of experimental design in biostatics course. Asian Social
Science 9 (12), pp. 2012-2019. ISSN 1911-2017 E-ISSN 1911-2025.
Uyanto, Stanislaus, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yuni, Y. (2016). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Intuisi Matematis Melalui Model Pembelajaran Inquiry Berbasis Open-Ended. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan pendidikan Matematika Unswagati (Cirebon 6 Februari, 2016), hh. 1360-1378. ISBN: 978-602- 71252-1-6.
Yuni, Y. (2011). The Influence of Guided Discovery Learning Through Student’s Ability on The Generalization Mathematics at Junior High School. Collection of Papers International Seminar and the 4th National Conference on Mathematics Education. Department of Mathematics Education. Yogyakarta: UNY, July 21-23, 2011, hh. 496-507.
Yuni, Y. (2016). The influence mathematical reflective thinking ability of student through inquiry- based open-ended models (IBOE) at SMA Islam PB. Soedirman 1 Bekasi. Prosiding MSCEIS
ke-3 FMIPA UPI bekerja sama dengan SEAMEO QITEP (Bandung: 5 Oktober, 2016).